Rabu, 11 Maret 2009

Jangan Menunda Haji

Haji & Umrah

Alangkah baiknya bila kita mulai menata hati dan niat berhaji sejak usia 20-an atau 30-an.


Melaksanakan ibadah haji merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam yang mampu. Baik mampu secara fisik maupun finansial. ''Haji merupakan salah satu rukun Islam. Sudah seharusnya seluruh umat Islam yang mampu, berkepentingan dan merasa perlu untuk berhaji,'' ujar Ustadz Muhammad Abdul Syukur Yusuf, pengasuh pesantren Yatama Az Zikra, Depok, Jawa Barat.



Menurut pria yang akrab disapa Ustadz Syukur ini, sebenarnya ibadah haji hanya perlu dilakukan sekali saja seumur hidup. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus dipersiapkan semaksimal mungkin agar kesempatan menyempurnakan tiang agama yang kelima ini tidak berlalu dengan sia-sia.Senada dengan Ustadz Syukur, Ustadz Bobby Herwibowo, dari Dompet Dhuafa Travel mengungkapkan bahwa untuk bekal persiapan haji perlu dilakukan pesiapan lahir dan batin secara terintegrasi. Hal itu sangat penting untuk mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di Tanah Suci. ''Secara lahir perlu diperhatikan kesehatan fisik calon jamaah. Karena ibadah haji merupakan ibadah fisik, selain melakukan persiapan manasik haji, perlu juga dilakukan latihan fisik,'' jelas Ustadz Bobby.

Menurutnya, salah satu latihan fisik yang diperlukan namun kerap terlupakan adalah latihan untuk duduk. ''Latihan ini diperlukan mengingat para jamaah haji harus duduk selama belasan jam dalam ritual i'tikaf yang merupakan salah satu rukun berhaji,'' lanjutnya.Dari segi usia diharapkan jamaah yang akan berangkat haji berusia di bawah 50 tahun, karena di atas usia 50 dikhawatirkan jamaah akan menemukan kesulitan-kesulitan ketika menjalankan ritual berhaji yang membutuhkan kesiapan fisik yang baik. ''Oleh sebab itu alangkah baiknya apabila kita mulai menata hati dan niat kita untuk mulai mempersiapkan ibadah haji sejak usia 20 atau 30-an,'' ungkap Bobby yang yang juga anggota dari Majelis al-Kauni, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur.

Menurutnya, secara finansial kita dapat mulai mempersiapkan tabungan untuk berhaji sejak jauh-jauh hari sembari mempersiapkan ilmu berhaji melalui banyak membaca dan mendengarkan pengalaman dari orang-orang yang telah terlebih dahulu berangkat.Ustadz Syukur bahkan menekankan pentingnya tidak menunda kewajiban untuk berhaji apabila kita memang telah diberikan kemudahan rezeki dan kesehatan. Menurutnya, Rasulullah saw pernah bersabda ''Sesungguhnya Allah berfirman, 'Jika ada seorang hamba telah Aku sehatkan badannya dan Aku lapangkan rezekinya, lalu setelah lima tahun berlalu ia tidak menjadi delegasi yang datang kepada-Ku (untuk berhaji), maka sungguh ia sama sekali tidak mendapat bagian apa-apa.' (HR Ibnu Hibban, disahihkan Al-Abani).

''Dari hadits tersebut kita dapat memastikan bahwa sesungguhnya kita tidak perlu merasa takut untuk berhaji dan jangan sampai kita menunda untuk berangkat,'' tegas Ustadz Syukur. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa tidak jarang kita temui adanya anak yang ingin menunjukkan baktinya kepada orang tuanya dengan cara memberangkatkan mereka berhaji terlebih dahulu dengan rezeki yang ia peroleh. Hal ini boleh-boleh saja dilakukan. ''Sebenarnya lebih afdol (utama) siapa yang memiliki kemampuan, dialah yang berangkat. Tapi, apabila ia mempertimbangkan kelangsungan rezeki yang akan ia peroleh di masa yang akan datang, ia masih ada tabungan, maka ia boleh mendahulukan orang lain,'' papar Ustadz Syukur.

''Orang yang menunda untuk melaksanakan ibadah haji ketika ia sebenarnya mampu untuk berhaji, sama saja ia menunda ampunan Allah dan ridha Allah. Lagi pula kita juga tidak tahu sampai kapan Allah memberikan kita kesempatan untuk hidup. Sebaiknya berhaji janganlah ditunda,'' tegas Ustadz Bobby. Menurutnya, pada prinsipnya kewajiban berhaji itu bersifat individual. Siapa yang memiliki kemampuan, dialah yang seharusnya berangkat.

Ketika kita memiliki kemampuan untuk berangkat sendiri untuk berhaji, menurut Ustadz Bobby, sebaiknya kita menggugurkan kewajiban kita sendiri untuk berhaji. ''Apabila kita belum mampu untuk berangkat bersama istri, atau anggota keluarga lain, berangkatlah sendiri dulu untuk menyempurnakan tiang agama kita dan menjemput ampunan serta ridha Allah,'' tutur Ustadz Bobby.ci2


TELADAN PEMIMPIN UMAT

Selama perjalanan, tidak ada orang fakir yang ditemui. Khalifah Umar telah membuat rakyatnya makmur.

Umar bin Abdul Aziz berdiri di atas mimbar di hari Jumat. Ia kemudian menangis. Ia telah dibaiat umat Islam sebagai pemimpin. Di sekelilingnya terdapat para pemimpin, menteri, ulama, penyair dan panglima pasukan. Ia berkata, ‘’Cabutlah pembaiatan kalian!’‘ Mereka menjawab, ‘’Kami tidak menginginkan selain Anda!’‘ Ia kemudian memangku jabatan itu, sedang ia sendiri membencinya. Tidak sampai satu minggu kemudian, kondisi tubuhnya sangat lemah dan air mukanya telah berubah. Bahkan ia tidak mempunyai baju kecuali hanya satu. Orang-orang bertanya kepada istrinya tentang apa yang terjadi pada khalifah.

Istrinya menjawab, ‘’Demi Allah, ia tidak tidur semalaman. Demi Allah, ia beranjak ke tempat tidurnya, membolakbalik tubuhnya seolah tidur di atas bara api, Ia mengatakan, ‘’Ah, ah, aku memangku urusan umat Muhammad SAW, sedang pada hari Kiamat aku akan dimintai tanggungjawab oleh fakir dan miskin, anakanak dan para janda.’‘

Itulah sosok pemimpin yang amat memegang amanah serta tanggung jawab, melebihi apapun. Khalifah Umar justru tidak melihat kesempatan untuk memperkaya diri atau memanfaatkanjabatannya itu, melainkan beban berat yang dipikulnya di hari Kiamat kelak.

Oleh karenanya, sejarah mencatat, selama kepemimpinannya, sang Khalifah benar-benar bertindak de ngan mendahulukan kepentingan umat. Dan hal tersebut juga ditanamkan kepada segenap anggota keluarganya. Sebelum menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz, setiap hari mengganti pakaian lebih dari satu kali. Ia jugamemiliki emas dan perak, pembantu dan istana, makanan dan minuman serta segala. Akan tetapi, ketika ia memangku jabatan kekhalifahan, semua kemewahan itu ditinggalkan.

Suatu kali, khalifah Umar bin Abdul Aziz agak terlambat shalat Jumat sehingga banyak orang yang mencelanya. Umar menjawab, ‘’Maafkan, aku terpaksa menunggu pakaianku yang sedang dicuci sampai kering.’‘ Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit.

Ia melihat baju yang dipakai khalifah Umar bin Abdul Aziz sedemikian lusuh dan kotornya. Ia kemudian berkata kepada Fatimah, istri Umar yang tak lain adalah juga adik Mas lamah bin Abdul Malik. ‘’Tidak kah kau bisa mencucikan pakaiannya?’‘ Fatimah menjawab, ‘’Demi Allah, ia tidak memiliki baju selain yang dipakainya itu. Jika aku mencucinya, ia tidak berpakaian lagi.’‘

Usai shalat isya, biasanya Umar bin Abdul Aziz masuk menemui putriputrinya dan mengucapkan salam kepada mereka. Suatu malam ia masuk menemui mereka. Begitu merasakan kedatangan Umar, mereka spontan meletakkan tangan mereka pada mulut mereka dan langsung meninggalkan pintu. Umar bertanya pada pembantu wanitanya, ‘’Ada apa dengan mereka?’‘

Pembantu wanitanya menjawab, ‘’Ti dak ada yang bisa mereka santapbuat makan malam kecuali ba wang. Mereka tidak mau, baunya itu tercium dari mulut mereka.’‘ Umar lantas berkata kepada mereka, ‘’Hai putriputriku, apa manfaatnya bagi kalian makan makanan yang enak dan bermacam-macam jika hal itu menye ret ayah mu ke neraka.’‘ Putri-putri Umar itu lalu menangis hingga terdengar keras suaranya, lalu Umar bergegas pergi.

Di lain kesempatan, Yahya bin Said berkata, ‘’Umar bin Abdul Aziz mengutusku menarik zakat di Afrika maka aku jalankan. Aku mencari-cari sekiranya ada kaum fakir yang dapat kami beri bagian zakat itu, ternyata tidak kami temui orang fakir sama sekali dan tidak aku temui orang yang mau mengambil zakat dariku. Umar bin Abdul Aziz telah membuat rakyatnya kaya dan makmur. Akhirnya, uang zakat itu aku belikan budak dan budak itu aku merdekakan, dan mereka setia pada kaum Muslimin.’‘

Begitu memegang khilafah, Umar bin Abdul Aziz segera mengembalikan ba rang-barang yang diambil dengan za lim dan jatah-jatah tanah rakyat yang dikapling-kapling sewenang-wenang atas nama negara. Khalifah sebelumnya, yaitu Sulaiman bin Abdul Ma lik, telah membuat surat perintah un tuk memberikan harta kepadaAnbasah bin Said bin Ash sebanyak 20 ribu dinar.

Anbasah telah mengurusnya dari satu kantor ke kantor yang lain hingga sampai di kantor pengesahan dan tinggal menerima harta itu, tetapi Su lai man lebih dulu meninggal dan ia be lum sempat menerima uang itu. An basah adalah sahabat Umar bin Abdul Aziz. Suatu pagi, Anbasah ingin membicarakan perihal perkara jatah yang diberikan Sulaiman untuknya itu pada Umar bin Abdul Aziz. Ia mendapatibani Umayyah telah ada di depan pintu Umar. Mereka juga ingin menemui Umar hendak mengutarakan maksud-maksud mereka. Begitu mereka melihat Anbasah, mereka berkata, ‘’Kita lihat dulu apa yang akan diperbuatUmar pada Anbasah sebelum kita berbicara padanya.’‘

Anbasah masuk menemui Umar dan berkata, ‘’Hai Amirul Mukminin, sesungguhnya Khalifah Sulaiman telah memerintahkan untuk memberi 20 ribu Dinar untukku. Aku telah mengurusnya hingga sampai kantor pengesahan dan tinggal menerima uang itu saja, namun beliau lebih dulu wafat. Engkau wahai Amirul Mukminin, lebih utama untuk menyempurnakan pemberian itu padaku. Hubunganku denganmu lebih kuat dan baik daripada hubunganku dengan Sulaiman.’‘

Umar berkata padanya,’‘Berapa itu?’‘ Anbasah menjawab, ‘’Dua puluh ribu Dinar.’‘ Umar berkata, ‘’Dua puluh ribu Dinar yang bisa mencukupi empat ribu rumah kaum Muslimin itu aku berikan pada seorang saja? Maaf, aku tak bisa melakukan itu.’‘dam/dari berbagai sumber